SENDIRI LAGI

SENDIRI LAGI
SENDIRI LAGI

Minggu, 23 Maret 2014

SUBSIDI

MENGURANGI SUBSIDI BBM
(BENSIN PREMIUM DAN SOLAR)

Dari runing teks salah satu televisi swasta di Indonesia memberitahukan bahwa subsidi untuk BBM, Pemerintah mengeluarkan dana +/- 56 T dan kalau dibiarkan terus menerus bisa membengkak menejadi +/- 256 T. Sungguh suatu jumlah dana yang sangat fantastis, bila dibandingkan dengan kondisi rakyat golongan menengah kebawah yang sampai saat ini masih banyak memerlukan bantuan Pemerintah.

Kebijakan kenaikan harga BBM yang diberlakukan tanggal 22 juni 2013 pukul 00.00 WIB, hasilnya sekarang dirasa bukan mengurangi beban rakyat, malah sebaliknya menambah penderitaan rakyat khususnya golongan rakyat menengah kebawah. Karena sejak terjadi kenaikan harga BBM, harga pada umumnya meninggkat secara signifikan dengan kenaikan harga BBM. Kenaikan harga BBM yang pada awalnya ditujukan untuk menghemat Devisa Negara (US dollar), tetapi hasil penghematannya malah tidak tercapai secara optimal karena seiring kenaikan harga BBM itu nilai tukar rupiah-pun ikut anjlok atau turun terhadap berbagai mata uang internasional khususnya terhadap US dollar.

Saya pernah mengusulkan kepada Pemerintahan Presiden SBY agar kebijakan kenaikan harga BBM pada waktu itu sebaiknya dilakukan dengan pola 2 (dua) harga. Usulan ini sempat dipertimbangkan namun dipertengahan jalan usulan tersebut ditolak karena menurut Menko Perekonomian, kenaikan harga BBM dengan pola 2 harga tidak praktis, rawan kejahatan dan dikhawatirkan terjadi antrian panjang pembelian BBM di setiap SPBU.

Saya berpikir keras, karena menurut pendapat saya penolakan itu tidak dipertimbangkan secara matang dan cenderung tidak dihitung dengan segala kemungkinannya. Agar lebih jelas, disini saya akan menuliskan lagi usulan tersebut yang disesuaikan dengan keadaan sekarang. Yaitu :

  1. Pemerintah menaikan harga BBM dengan pola 2 harga.
  2. BBM yang bersubsidi, khusus digunakan untuk kendaraan umum, angkutan barang dan motor tetapi pembeliaan BBM bersubsidinya dibatasi.
  3. Kendaraan dinas Pemerintah dan pribadi BBM-nya tidak disubsidi, pembeliaannya tidak dibatasi dan konsumen tidak membutuhkan alat apapun untuk membeli BBM-nya.
  4. Memanfaatkan kemajuan tekhnologi untuk membatasi pembelian BBM bersubsidi.

Untuk nomor 4 diatas, saya akan menjelaskan secara rinci yaitu tekhnologi yang digunakan disini syaratnya harus bisa digunakan secara praktis dan mudah. Dimana setiap SPBU harus menyiapkan masing-masing 1 (satu) kolam penampungan BBM (bensin premium dan solar) dengan dilengkapi tekhnologi mesin penjual BBM yang harus bisa membagi secara tepat penjualan BBM bersubsidi dan penjualan BBM tidak bersubsidi. Misalkan Petamina menjual BBM 100 liter ke salah satu SPBU dengan pola 60% untuk BBM tidak bersubsidi dan 40% untuk BBM bersubsidi, maka mesin penjual BBM yang ada di SPBU itu harus bisa memisahkan secara tepat setiap liter BBM yang dikucurkan. Untuk itu diperlukan sebuah alat pembatas pembelian BBM bersubsidi yang informasinya harus bisa dibaca oleh mesin penjual BBM-nya. Alat pembatas pembelian BBM bersubsidi tersebut, adalah sebuah chip yang sudah diprogram sebelumnya dan chip-nya itu harus bisa disimpan kedalam bentuk flasdisk khusus atau mungkin juga chip-nya langsung dipasangkan secara terintegrasi kedalam kendaraannya dan data yang disimpan dalam chip-nya itu harus bisa dibaca oleh mesin penjual BBM yang ada di SPBU. Selain itu, alat pembatas pembelian BBM bersubsidi tersebut harus bisa digunakan berulang-ulang dan tidak mudah rusak.

Pola pembagian BBM bersubsidi dan tidak bersubsidi, bisa dihitung dengan menggunakan rumus subsidi, yaitu :

Jika Pemerintah menjual BBM dengan pola 60% untuk BBM tidak bersubsidi dan 40 % untuk BBM bersubsidi, maka per rumus :

SUBSIDI = A – {60% (keuntungan A yg ditetapkan) + 60% (T)} – {60% (Y) + 40% (B)}, dimana :

A = harga bbm internasional atau harga bbm tidak bersubsidi;
T = Pajak;
Y = harga A yg disubsidi atau tidak disubsidi; dan
B = harga bbm nasional bersubsidi yg berlaku.

Jika :
A = 9500
B = 6500
T = 0, maka :
SUBSIDI = 9500 – {60% (0) + 60% (0)} – {60% (9500) + 40% (6500)}
SUBSIDI = 9500 – 8300
SUBSIDI = 1200/liter

KESIMPULAN :
1. Tidak akan terjadi antrian pembelian BBM
2. Penyalahgunaan penjualan BBM bersubsidi adalah urusan Kepolisiaan
3. Lebih adil
4. Mengurangi Subsidi BBM
5. Kenaikan harga secara umum relatif tidak akan terjadi